Halo semua, gw selalu balik dan balik lagi nih. Dan kali ini gw mau kasih sesuatu yang beda. biasanya kan gw selalu beropini sama hal-hal yang biasa. Sekarang gw mau sharing nih tentang cerpen yang pernah gw buat. Gak seberapa sih. ya, tapi dibaca aja, buat bahan referensi kalian.
Nih, gak ketinggalan, ada yang mau lewat...
Mang Karmin makan pepaya
Saya izin baca cerpennya
ENJOY!
KHAYAL SEORANG LELAKI
Muncul pertanyaan dibenak, apa bedanya mengungkapkan arti
suka kepada seseorang dengan beberapa pilihan diksi kata. Misalnya, anggap saja
saya lelaki yang sedang gemetar hatinya karena melihat paras ayu seorang gadis.
Hati gemetar, dan rasanya tidak menentu. Apa artinya? Sekedar suka? mengagumi? terpanah asmara? Rasa sayang dengan
gadis itu? atau mungkin cinta? Bukan cinta monyet kalau untuk perkara ini.
Maha besar Tuhan yang menciptakan perasaan itu kepada
manusia. Yang mengerti nafsu
manusia. Yang juga menanamkan rasa cinta serta benci
berlebih terhadap lawan jenisnya. Dengan modal mengingat wajah atau gestur.
Yang setidaknya merupakan ciri pribadi orang tersebut. Dikhayalkan dalam
pikiran, dirasakan dalam hati. Sungguh beruntungnya menjadi manusia. Mempunyai
rasa malu jikalau dibanding dengan binatang yang sedang bersetubuh entah dimana saja.
Bermain panggung sandiwara ketika bertemu sang pujaan hati.
Pura-pura melihat di lain sisi, padahal hati menggebu-gebu ingin sekali menatap
mata bulat nya, bagai gundu yang licin. Belagak cuek agar tidak menjadi
tersangka bahwa hatinya memendam rasa. Cemburu melihat yang terkasih lebih
dekat dengan yang lain. Padahal bukan siapa-siapa.
Siang malam mendamba-nya tanpa pernah kehabisan ide
berkhayal yang tidak-tidak. Berbicara didepan cermin seolah-olah dia didepan
mata persis. Merasa sudah akrab, padahal hanya mengenal lewat jauh. Bahkan
belum sempat menggenggam tangan halus bayinya.
Seolah-olah membicarakan masa depan dengannya. Ini dan itu
terus saja di dentumkan dalam pikiran. Benar-benar dimabuk cinta. Lalu
bagaimana dengan cinta pandangan pertama? Mitos atau benar fakta? Kalau itu
sebuah mitos, tentu saja memutlakan kesalahan Pramoedya Ananta Toer yang sudah
sungguh-sungguh menggambarkan seorang Minke yang Mencium gadis Indo, Annelies
Mellema, yang merupakan sebuah pertanda Minke menyukainya. Kalau benar,
bagaimana bisa cinta itu tumbuh dalam pandangan pertama? Apakah ada sistem yang
menggerakan tubuh ini untuk segera menyukainya? Bahkan dalam ilmu pengetahuan
yang mutlak dapat diujikan kebenarannya, tidak mampu menjelaskan bagaimana
cinta itu. Sebuah masalah besar untuk seorang ilmuan, ilmuan cinta.
Kadang hal itu bisa membuat kita tidak fokus mengerjakan
hal barang tertentu. Seperti ada sihir kecil yang merayap di kepala.
Seolah-olah ia berucap “hei, kenapa tidak fokus terhadap pekerjaan mu itu.
Karena memikirkan ku ya”. Halusinasi saja.
Bagaimana jika sesuatu ini yang disebut perasaan menyukai lambat laun naik level, menjadi perasaan yang bisa disebut “tidak ingin kehilangan?”. Bagus. Tapi bagaimana jika tidak ingin kehilangan itu tidak bisa disampaikan secara langsung?. Semacam terkurung dalam perasaan tidak berdaya. Ingin menyapa namun tidak mempunyai keberanian lebih? Ah, manusia mempersulit hidupnya saja. Mengapa mereka menyulitkan sesuatu itu?. Semakin lama terpendam semakin sakit pula yang dirasa. Lara.
Saya berikan analogi sedikit. Begini, saya ingin berkhayal.
Apabila saya rasa orang itu mampu menerima saya, lalu saya mengerahkan seluruh
jiwa raga membulatkan tekat hanya untuk menyapanya. Mengajaknya berteman, lalu
mengajaknya mengantar saya pura-pura minta ditemani mencari barang. Beres. Tapi
rasanya itu mustahil. Apa mungkin dia mau dengan ku yang tidak ada apa-apanya? Baiklah, saya
susun skenario baru.
Misalnya, saya sudah mendapatkan identitas gadis ayu itu,
lalu mendapatkan kontak nya melalui perantara teman sejahwat, dan saya sudah
berani mengirimkan pesan, “hai, atau halo”. Bergurau saja. Baik, saya lanjutkan.
Kemudian, dia merespon saya dengan baik. Ya, saya sudah dapat responnya!. Lalu
saya lanjutkan dengan mengajaknya keluar menemani saya mencari perihal sesuatu,
entah buku atau pulpen?. Kemudian dia menjawab “iya, dengan senang hati saya
mau menemanimu, tidak masalah bukan?”. Dapat lagi simpatinya!. Kemudian ketika
sudah sampai tempat perjanjian kami bertemu, saling menatap tidak kuat. Dan
tiba lah
dia berada di satu jok dengan saya. Bagaimana ini!. Hati menggebu-gebu
bercampur aduk gawat. Mengobrol di lampu merah, kemudian semakin dekat dan
rileks. Ya, kita sudah sah menjadi teman. Teman yang istimewa.
Bagaimana sejauh ini? Menikmati khayalan saya? Baik kalau
begitu saya lanjutkan. Saya berani mengirimkan nya pesan yang berbeda,
“bagaimana kabarmu, teman?”. Bahkan lebih dari itu, saya sudah berani
menghubunginya via telpon!
Tentu dengan izin darinya dulu. Kemudian, saat telponan
saya berani menceritakan siapa saya dan latar belakang saya bahkan keluarga.
Lengkap dengan sesuatu yang saya suka dan tidak saya sukai.
Nampaknya dia menyadari kehadiran saya didalam hidupnya.
Dan dia sepertinya nyaman dengan semua ini. Kalau begitu sampai sini aman. Saya
lanjutkan, tiba-tiba, saat saya
kebingungan mencari topik apalagi untuk bahan bercerita, untungnya dia menelpon
saya! Kaget bercampur senang terkendali. Rasanya tidak percaya bisa berada di
titik ini, menjadi akrab dan bahkan saya sudah bisa memegang tangannya, tanpa
sengaja saat memberikannya helm waktu itu.
Masih berkhayal, tenang saja. Kemudian hubungan kami menjadi semakin intens tanpa hambatan. Saya memberikannya pesan tersirat, memberitahunya dengan perumpamaan- perumpamaan yang ada. Berharap dia mengerti maksud saya. Berbicara dengan nada sehalus mungkin. Namanya juga hubungan baru berjalan. Maklum. Kebesokan harinya, dia mengirimkan pesan bunyinya seperti ini “aku boleh curhat tidak?, lewat telpon tapi”. Jelas tidak akan saya tolak nona. Dia menceritakan keluh kesahnya, sembari saya bayangkan bagaimana mimik wajahnya saat berbicara seperti itu. Pasti lucu sekali.
Tiba-tiba diam, sepanjang telepon semua diam. Karena
bingung mungkin mau bahas apa lagi. tapi rasanya tidak ingin mengakhiri telpon
itu. Lalu dia bersuara lagi. “bagaimana kalau aku mempunyai perasaan
terhadapmu? Sama seperti perasaanmu terhadapku” katanya. Hati ini membeku
mendengarnya jelas. Jelas sekali di kuping kiri saya mendengarnya berkata
demikian. Saya rasa ini waktu yang tepat untuk membalasnya. “baiklah kalau
begitu, terimakasih sudah mengatakan dengan jujur, terimakasih banyak. Mari
kita jalani ini bersama- sama”. Mungkin itu yang akan dikatakan laki-laki
pemalu macam saya ini.
Hubungan kami semakin membaik dan berbunga-bunga. Berkencan
lagi dengan nona itu. Saya senang jika memanggilnya nona, tapi tidak demikian
dengan dia. Bukan masalah besar hanya untuk panggilan saja. Dia senang saya
memanggilnya dengan nama saja. Baiklah tidak apa.
Kemudian saya berikan dia sedikit penjelasan. Bahwa sedari
awal saya tidak mau kehilangannya. Saya berbicara lantang, tidak ingin
berpacaran. Bukan maksud apa-apa. Saya sudah sangat nyaman dengan kondisi
seperti ini. Saya harap kamu mengerti. Hubungan seperti ini lebih indah
daripada hubungan orang pacaran tentunya. Tidak ada kata akhir berpisah. Saya
jelas menyatakan tidak ingin kehilangannya. Dan dia setuju. Dia berfikir hal
yang sama dengan saya. Saya sangat menyayangimu nona ku. Terimakasih saya
ucapkan kepada nona yang masih berada di khayalan saya. Setidaknya pikiran saya
tidak kosong, karena sudah diisi dengan berkhayal tentang nona. Sekian.
Thank You!
Komentar
Posting Komentar