Langsung ke konten utama

CERPEN PART 1 "KHAYAL SEORANG LELAKI"

Halo semua, gw selalu balik dan balik lagi nih. Dan kali ini gw mau kasih sesuatu yang beda. biasanya kan gw selalu beropini sama hal-hal yang biasa. Sekarang gw mau sharing nih tentang cerpen yang pernah gw buat. Gak seberapa sih. ya, tapi dibaca aja, buat bahan referensi kalian. 

Nih, gak ketinggalan, ada yang mau lewat...

Mang Karmin makan pepaya

Saya izin baca cerpennya 

ENJOY!



KHAYAL SEORANG LELAKI 

Muncul pertanyaan dibenak, apa bedanya mengungkapkan arti suka kepada seseorang dengan beberapa pilihan diksi kata. Misalnya, anggap saja saya lelaki yang sedang gemetar hatinya karena melihat paras ayu seorang gadis. Hati gemetar, dan rasanya tidak menentu. Apa artinya? Sekedar suka? mengagumi? terpanah asmara? Rasa sayang dengan gadis itu? atau mungkin cinta? Bukan cinta monyet kalau untuk perkara ini.

Maha besar Tuhan yang menciptakan perasaan itu kepada manusia. Yang mengerti nafsu manusia. Yang juga menanamkan rasa cinta serta benci berlebih terhadap lawan jenisnya. Dengan modal mengingat wajah atau gestur. Yang setidaknya merupakan ciri pribadi orang tersebut. Dikhayalkan dalam pikiran, dirasakan dalam hati. Sungguh beruntungnya menjadi manusia. Mempunyai rasa malu jikalau dibanding dengan binatang yang sedang bersetubuh entah dimana saja.

Bermain panggung sandiwara ketika bertemu sang pujaan hati. Pura-pura melihat di lain sisi, padahal hati menggebu-gebu ingin sekali menatap mata bulat nya, bagai gundu yang licin. Belagak cuek agar tidak menjadi tersangka bahwa hatinya memendam rasa. Cemburu melihat yang terkasih lebih dekat dengan yang lain. Padahal bukan siapa-siapa.

Siang malam mendamba-nya tanpa pernah kehabisan ide berkhayal yang tidak-tidak. Berbicara didepan cermin seolah-olah dia didepan mata persis. Merasa sudah akrab, padahal hanya mengenal lewat jauh. Bahkan belum sempat menggenggam tangan halus bayinya.

Seolah-olah membicarakan masa depan dengannya. Ini dan itu terus saja di dentumkan dalam pikiran. Benar-benar dimabuk cinta. Lalu bagaimana dengan cinta pandangan pertama? Mitos atau benar fakta? Kalau itu sebuah mitos, tentu saja memutlakan kesalahan Pramoedya Ananta Toer yang sudah sungguh-sungguh menggambarkan seorang Minke yang Mencium gadis Indo, Annelies Mellema, yang merupakan sebuah pertanda Minke menyukainya. Kalau benar, bagaimana bisa cinta itu tumbuh dalam pandangan pertama? Apakah ada sistem yang menggerakan tubuh ini untuk segera menyukainya? Bahkan dalam ilmu pengetahuan yang mutlak dapat diujikan kebenarannya, tidak mampu menjelaskan bagaimana cinta itu. Sebuah masalah besar untuk seorang ilmuan, ilmuan cinta.

Kadang hal itu bisa membuat kita tidak fokus mengerjakan hal barang tertentu. Seperti ada sihir kecil yang merayap di kepala. Seolah-olah ia berucap “hei, kenapa tidak fokus terhadap pekerjaan mu itu. Karena memikirkan ku ya”. Halusinasi saja.

Bagaimana jika sesuatu ini yang disebut perasaan menyukai lambat laun naik level, menjadi perasaan yang bisa disebut “tidak ingin kehilangan?”. Bagus. Tapi bagaimana jika tidak ingin kehilangan itu tidak bisa disampaikan secara langsung?. Semacam terkurung dalam perasaan tidak berdaya. Ingin menyapa namun tidak mempunyai keberanian lebih? Ah, manusia mempersulit hidupnya saja. Mengapa mereka menyulitkan sesuatu itu?. Semakin lama terpendam semakin sakit pula yang dirasa. Lara.

Saya berikan analogi sedikit. Begini, saya ingin berkhayal. Apabila saya rasa orang itu mampu menerima saya, lalu saya mengerahkan seluruh jiwa raga membulatkan tekat hanya untuk menyapanya. Mengajaknya berteman, lalu mengajaknya mengantar saya pura-pura minta ditemani mencari barang. Beres. Tapi rasanya itu mustahil. Apa mungkin dia mau dengan ku yang tidak ada apa-apanya? Baiklah, saya susun skenario baru.

Misalnya, saya sudah mendapatkan identitas gadis ayu itu, lalu mendapatkan kontak nya melalui perantara teman sejahwat, dan saya sudah berani mengirimkan pesan, “hai, atau halo”. Bergurau saja. Baik, saya lanjutkan. Kemudian, dia merespon saya dengan baik. Ya, saya sudah dapat responnya!. Lalu saya lanjutkan dengan mengajaknya keluar menemani saya mencari perihal sesuatu, entah buku atau pulpen?. Kemudian dia menjawab “iya, dengan senang hati saya mau menemanimu, tidak masalah bukan?”. Dapat lagi simpatinya!. Kemudian ketika sudah sampai tempat perjanjian kami bertemu, saling menatap tidak kuat. Dan tiba lah dia berada di satu jok dengan saya. Bagaimana ini!. Hati menggebu-gebu bercampur aduk gawat. Mengobrol di lampu merah, kemudian semakin dekat dan rileks. Ya, kita sudah sah menjadi teman. Teman yang istimewa.

Bagaimana sejauh ini? Menikmati khayalan saya? Baik kalau begitu saya lanjutkan. Saya berani mengirimkan nya pesan yang berbeda, “bagaimana kabarmu, teman?”. Bahkan lebih dari itu, saya sudah berani menghubunginya via telpon! Tentu dengan izin darinya dulu. Kemudian, saat telponan saya berani menceritakan siapa saya dan latar belakang saya bahkan keluarga. Lengkap dengan sesuatu yang saya suka dan tidak saya sukai.

Nampaknya dia menyadari kehadiran saya didalam hidupnya. Dan dia sepertinya nyaman dengan semua ini. Kalau begitu sampai sini aman. Saya lanjutkan, tiba-tiba, saat  saya kebingungan mencari topik apalagi untuk bahan bercerita, untungnya dia menelpon saya! Kaget bercampur senang terkendali. Rasanya tidak percaya bisa berada di titik ini, menjadi akrab dan bahkan saya sudah bisa memegang tangannya, tanpa sengaja saat memberikannya helm waktu itu.

Masih berkhayal, tenang saja. Kemudian hubungan kami menjadi semakin intens tanpa hambatan. Saya memberikannya pesan tersirat, memberitahunya dengan perumpamaan- perumpamaan yang ada. Berharap dia mengerti maksud saya. Berbicara dengan nada sehalus mungkin. Namanya juga hubungan baru berjalan. Maklum. Kebesokan harinya, dia mengirimkan pesan bunyinya seperti ini “aku boleh curhat tidak?, lewat telpon tapi”. Jelas tidak akan saya tolak nona. Dia menceritakan keluh kesahnya, sembari saya bayangkan bagaimana mimik wajahnya saat berbicara seperti itu. Pasti lucu sekali.

Tiba-tiba diam, sepanjang telepon semua diam. Karena bingung mungkin mau bahas apa lagi. tapi rasanya tidak ingin mengakhiri telpon itu. Lalu dia bersuara lagi. “bagaimana kalau aku mempunyai perasaan terhadapmu? Sama seperti perasaanmu terhadapku” katanya. Hati ini membeku mendengarnya jelas. Jelas sekali di kuping kiri saya mendengarnya berkata demikian. Saya rasa ini waktu yang tepat untuk membalasnya. “baiklah kalau begitu, terimakasih sudah mengatakan dengan jujur, terimakasih banyak. Mari kita jalani ini bersama- sama”. Mungkin itu yang akan dikatakan laki-laki pemalu macam saya ini.

Hubungan kami semakin membaik dan berbunga-bunga. Berkencan lagi dengan nona itu. Saya senang jika memanggilnya nona, tapi tidak demikian dengan dia. Bukan masalah besar hanya untuk panggilan saja. Dia senang saya memanggilnya dengan nama saja. Baiklah tidak apa.

Kemudian saya berikan dia sedikit penjelasan. Bahwa sedari awal saya tidak mau kehilangannya. Saya berbicara lantang, tidak ingin berpacaran. Bukan maksud apa-apa. Saya sudah sangat nyaman dengan kondisi seperti ini. Saya harap kamu mengerti. Hubungan seperti ini lebih indah daripada hubungan orang pacaran tentunya. Tidak ada kata akhir berpisah. Saya jelas menyatakan tidak ingin kehilangannya. Dan dia setuju. Dia berfikir hal yang sama dengan saya. Saya sangat menyayangimu nona ku. Terimakasih saya ucapkan kepada nona yang masih berada di khayalan saya. Setidaknya pikiran saya tidak kosong, karena sudah diisi dengan berkhayal tentang nona. Sekian.

Thank You! 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bercinta dengan Jin Rasanya…

Desclaimer Cerita ini merupakan karangan penulis yang diambil dari kisah nyata seorang teman yang sudah di ilustrasikan dengan tambahan karangan cerita fiksi! _____________________________________________________________ ____________________               Saat malam suntuk, seluruh tubuh tidak bertenaga karena dikerah habiskan seharian di kampus mengerjakan tugas, menyusun laporan, membuat agenda, dan mengadakan rapat dengan organisasi. Rasanya badan ini hanya ingin benar-benar bersentuhan dengan kasur secepat mungkin.             Cepat-cepat ingin pulang ke kosan, waktu menunjukkan angka sebelas malam. Menunggu ojek online yang sebentar lagi tiba. Haduh, cepatlah Pak, rasanya lelah sekali seharian ini. Antar saya pulang, jika perlu berkebut-kebut dijalanan sampai saya tiba-tiba sudah didepan pagar kos.             Butuh waktu limabelas menit untuk tiba di kosan. Buka pintu pagar, kunci lagi, buka pintu kamar, tutup, kunci, menyalakan lampu, dan ahhh kasur buluk ku. Walaupun

Jangan Berhenti, Bacalah Ini

“Jika suatu hari wajahku membuatmu malas memandangku lagi, tingkahku membuatmu kesal, dan segalanya tentang diriku tidak lagi membuatmu merasa bahagia. Ingatlah bahwa dulu kau pernah sangat amat mencintaiku dan ego mu tidak pernah lebih besar daripada cinta yang pernah kau berikan untukku.” ————————— Waktu terasa padat juga singkat rasa-rasanya jika berada di suatu suasana yang membuat nyaman sekujur badan. Menjulurkan tulang-tulang kelelahan di atas kasur lapuk bersama kekasihku lalu berpelukan. Merasakan hangat dan bau badannya yang membekas di saraf otak.Tatap matanya dari dekat ditengah remang-remang lampu templok yang mengisi cahaya malam di dalam kamar pengap. Semua itu nyatanya tidak buruk dan tidak menjadi persoalan. selagi selalu ditemani dan selalu merasa cukup dengan kebahagiaan kecil di dalam rumah gubuk pinggir sungai. Rasanya akan menjadi kisah yang mengasyikan. Orang bilang hidup tidak hanya persoalan cinta. Memang betul. Materi juga perlu diperhatikan bukan? Cinta itu u

Rumah Tanpa Atap

-Cukupkanlah dirinya untuk membuatku ikhlas dalam mencinta- Ketika indra tak dapat menipu perasaan. Matanya selalu mengatakan "tidak ada yang dapat ku lakukan selain untuk menyayangimu".   Merasakan betapa nikmat dan bersyukurnya diri ini untuk selalu memandangi wajahnya yang rupawan. Di dalam ceritaku, tidak ingin ada kata bosan untuknya. Hanya ingin bersyukur sebesar-besarnya. Memang benar, rindu yang hebat tidak dapat terbalaskan kecuali dengan menyentuhnya, memeluknya erat hingga tercium aroma khas tubuhnya.  Bagaikan hari esok, penuh penantian dengan harapan-harapan baik. Jiwanya telah terpaut dengan jiwaku sedemikian rupa eratnya. Mimpi dan cita-cita yang satu padu memenuhi imajinasi tak terhingga untuk menjadikannya nyata. Sungguh nikmatnya cinta itu. Nikmatnya mencintai setiap bagian terkecil dari dirinya.  Dalam sujud, doa tak henti-hentinya ku panjatnya untuk keselamatannya.  Karena Menunggunya pulang adalah harapan. Mendengarkan ceritanya adalah hal yang menyenangk