Langsung ke konten utama

DUA PULUH TAHUN


    Di tahun ini November 2118, tepat ketika usia ku menginjak tigapuluh tujuh tahun. Sudah mencapai cita-cita ku menjadi seorang Pengacara, mempunyai kantornya sendiri dan mempunyai keluarga kecil yang ku rasa aku sangat bahagia. Tahun dimana perayaan yang selalu dirayakan oleh orang terkasih; Suami ku yang penyabar dan ganteng, dengan dua anak laki-laki yang sangat kusayangi.

    Aku rindu papa. Waktu yang sangat sedikit berkunjung kerumahnya membuat perasaan itu meluap seperti ombak yang tidak tenang.

    Aku ingat masa itu. Usia ku duapuluh tahun, dan papa melihatku menangis sejadi-jadinya. Papa menghampiriku, memelukku dan mengelus rambutku seperti bayi. Papa bertanya apa yang terjadi kepadaku, dan aku tak kuasa berkata-kata. Aku memeluknya erat dan menangis terus sampai sesak dada menghujam.

Aku bercerita kepada papa, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Aku baru mengalami patah hati.

“pa, aku bertengkar lagi” sambil terisak-isak.

    Papa mengerti maksudku dan mencoba menenangkanku dengan mengatakan hal-hal baik. Dan dia mulai bercerita.

“Anak papa, Nayla, sudah dua puluh tahun ya sekarang. Kepala mu sudah dua nak. Bayi papa sudah besar, tapi tangisannya masih juga ada ya. Haha…”

“Nak, papa mau bercerita sedikit. Didengar ya anak manis. Dulu waktu usia papa muda, sekitar usia dua puluh satu tahun, papa punya seorang pacar, dia cantik sekali, namanya Ineke. Dia perempuan jawa nak. Papa sudah bersamanya selama tiga tahun, itu bukan waktu yang singkat bukan?

    Papa jarang sekali bertengkar nak, karna papa dan dia sama-sama seorang pendiam. Kamu tau lah nak bagaimana papa. Setelah berjalan tiga tahun satu bulan dengan Ineke, papa akhirnya diterima kerja nak, diperusahaan temannya bude kamu, mba nya papa. Karna papa sudah bekerja, waktu bertemu dengan Ineke semakin renggang, dan hanya lewat telfon ataupun sekedar berkirim pesan. Papa tidak tahu ada apa dengan kami berdua, tapi ada yang salah dengan Ineke nak. Dia sudah mulai jarang memberi papa kabar dan sesuatu yang tidak biasa terjadi dengan dia.

    Papa mengajaknya makan malam setelah gaji pertama papa turun. Akhirnya papa bertanya terus terang dengan Ineke apa yang salah dalam hubungan kami berdua. Ineke menangis nak, sama seperti kamu saat ini. Tak tahan papa melihatnya, dan papa coba tenangkan dia. Dan dia mulai bercerita.

    Ineke di jodohkan orang dan akan menikah dalam dua minggu lagi. Papa hendak menangis tapi tertahan nak. Tidak percaya dan merasa di khianati. Papa bertanya sejak kapan itu terjadi dan dia menjawab sejak hubungan kami berjalan tiga tahun”

Papa terdiam, dan aku memintanya untuk melanjutkan.

“Nak, papa mengerti perasaanmu, karena papa pernah mengalaminya dulu. Setiap papa melihat mu menangis, rasanya seperti kembali masa muda papa yang hancur karena hubungan itu.

    Nak, akhirnya papa dan Ineke mengakhiri hubungan kami, dan papa hampir saja gila. Papa tidak bohong. Sebenarnya, papa sudah ingin mengajaknya menikah ketika usia papa dua puluh lima tahun dan tentunya sudah mapan. Usia papa dan Ineke sama nak. Jadi kalau papa menikahinya saat itu, papa rasa papa dan Ineke masih terlalu muda, dan papa baru saja bekerja. Papa takut tidak bisa menafkahinya nak”.

    Aku merasakan apa yang papa ceritakan merupakan sebuah kesakitan yang tiada banding, ditinggal seorang kekasih yang memilih menikah dengan orang lain lalu mencampaki pasangannya dengan berita sialan itu.

    Lalu papa melanjutkan “Nak, kamu jelas merasakan apa itu sakit bukan? kamu tahu mengapa papa tidak pernah menyalahkan mu atas persoalan itu. Semua itu karena pernah papa alami jauh sebelum kamu merasakannya nak. Papa tidak membandingkan ceritamu dengan cerita papa ini, papa hanya ingin mengatakan kepadamu, nangislah jika itu yang bisa kamu lakukan, jangan ditahan, menangislah sampai kamu lelah, sampai kamu melupakan rasa sakitnya. Nak, kalau memang hubungan mu tidak ada jalan keluar, lepaskan nak. Percaya pada papa, jika dia ditakdirkan untukmu, takdir itu tidak akan melewatkanmu. Dan jika dia bukan untukmu, maka percayalah bahwa itu bukan takdirmu. Karena takdir tidak pernah melewati satu detik pun untuk sampai kepada siapapun”.

Aku terdiam dan memandang wajah papa yang sudah dimakan usia.

”Nak, memang menyakitkan ketika dua insan sudah saling bersama lalu dipisahkan karena takdir. Itu tidak mudah dilalui, tapi kamu punya papa yang selalu bisa kamu ajak bicara tentang keluh kesahmu. Anak papa akan menemukan titik akhirnya hingga kamu bisa membaik lagi nak.”

    Aku bertanya berapa lama papa melalui semua itu sampai benar-benar pulih dari Ineke dan menemukan mama.

“Sejujurnya papa cukup lama sembuh nak, sekitar dua tahun pemulihan. Di dalam hari-hari papa, yang terbesit hanya Ineke, Ineke, dan Ineke. Papa kehilangan kontrol emosi, dan kadang suka menangis hingga terisak seperti kamu itu nak.

“Disela-sela pemulihan, papa menyibukkan diri tentunya dengan pekerjaan papa, disamping itu papa juga menyempatkan diri membaca buku, buku yang papa wariskan dan sekarang ada di rumah mu itu nak. Memang, persoalan asmara, bahkan seorang ilmuwan tidak mampu menjawab definisi cinta yang sesungguhnya, tetapi papa pernah ingat bahwa Almarhum Habibie pernah berkata “Cinta itu keikhlasan, tak ada paksaan ataupun rasa pelampiasan”, begitu nak kurang lebihnya.”

“Pa, ceritakan bagaimana papa bertemu mama dan papa yakin dan akhirnya memperistri mama?” pertanyaan yang selalu ingin ku tanyakan saat itu.

“Papa tidak terfikir untuk menjalani hubungan lagi setelah dengan Ineke, tetapi papa bilang ke teman papa namanya Yosa. Papa bilang Yos tahun depan datang ya ke pesta pernikahan saya. Tetapi Yosa menertawakan papa dengan mengatakan bahwa sekarang saja papa belum ada pasangannya, dan bagaimana bisa menikah. Saat itu papa duapuluh empat tahun. Lalu, papa tersenyum saja.

    Kamu tahu nak, papa berkata begitu terus setiap habis ibadah subuh. Dan benar saja, diusia papa menuju dualima papa dipertemukan mama mu”.

“Dimana papa bertemu mama?” kataku penasaran.

“Saat itu, papa mengikuti kunjungan kerja yang ketiga kalinya dengan bos ke kantor mama kamu nak, papa berjabat tangan dengan mamamu, dan papa langsung memilih dia harus jodoh saya. Memang konyol nak, tapi papa nekat. Akhirnya papa menghubungi mama mu, dan bertanya banyak hal, dan salah satunya apakah sudah menikah atau belum, dan mamamu menjawab belum. Umur mamamu dibawah satu tahun dari papa nak. Dan senangnya papa, ternyata kita saling tertarik sejak kunjungan kerja pertama dan kedua itu nak. Papa senang sekali. Kamu tau nak, papa tidak suka basa-basi, dan akhirnya papa berterus terang bilang ke mama mu ingin mencari pasangan sebagai istri bukan pacar nak.

    Kamu tau respon mamamu bagaimana? Dia menjawab iya, dan tidak ada keraguan sama sekali. Akhirnya dalam waktu satu bulan papa bertemu dua kali untuk merencanakan pernikahan dengan mama mu nak. Akhirnya tepat di ulang tahun papa yang ke duapuluh lima, papa sudah ijab kabul dengan mama mu Kamila, istri papa sampai mati.

    Papa pun tidak percaya nak sebenarnya. Tidak perlu risau sayang, tidak punya pasangan bukan berarti kamu akan hampa seumur hidupmu, fokuslah kepada tujuan yang seharusnya kamu capai nak. Papa tidak melarangmu pacaran, papa hanya berpesan, kejarlah mimpi mu, dan persiapkan diri sebaik mungkin. Jodoh mu mungkin saja sedang mengais-ngais di sepertiga malamnya, agar jodohnya terjaga dari siapapun nak.”

    Cerita papa ternyata mampu membuat air mataku tidak berjatuhan lagi. Mungkin saja benar, jodohku sedang mendoakan ku disini.

    Akhirnya setelah drama singkat menangis-nangis itu, aku menyadari bahwa tidak apa aku menangis untuk saat ini. Dikuras air mataku hingga lelah, setelah itu kembali kepada diriku seutuhnya yang sudah tidak berpusing-pusing lagi dengan masalah itu. 



Terimakasih sudah membaca, Have a
nice day y’all. 


Desclaimer : Gambar memiliki hak cipta 

https://id.pinterest.com/pin/51650726966540124/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bercinta dengan Jin Rasanya…

Desclaimer Cerita ini merupakan karangan penulis yang diambil dari kisah nyata seorang teman yang sudah di ilustrasikan dengan tambahan karangan cerita fiksi! _____________________________________________________________ ____________________               Saat malam suntuk, seluruh tubuh tidak bertenaga karena dikerah habiskan seharian di kampus mengerjakan tugas, menyusun laporan, membuat agenda, dan mengadakan rapat dengan organisasi. Rasanya badan ini hanya ingin benar-benar bersentuhan dengan kasur secepat mungkin.             Cepat-cepat ingin pulang ke kosan, waktu menunjukkan angka sebelas malam. Menunggu ojek online yang sebentar lagi tiba. Haduh, cepatlah Pak, rasanya lelah sekali seharian ini. Antar saya pulang, jika perlu berkebut-kebut dijalanan sampai saya tiba-tiba sudah didepan pagar kos.             Butuh waktu limabelas menit untuk tiba di kosan. Buka pintu pagar, kunci lagi, buka pintu kamar, tutup, kunci, menyalakan lampu, dan ahhh kasur buluk ku. Walaupun

Jangan Berhenti, Bacalah Ini

“Jika suatu hari wajahku membuatmu malas memandangku lagi, tingkahku membuatmu kesal, dan segalanya tentang diriku tidak lagi membuatmu merasa bahagia. Ingatlah bahwa dulu kau pernah sangat amat mencintaiku dan ego mu tidak pernah lebih besar daripada cinta yang pernah kau berikan untukku.” ————————— Waktu terasa padat juga singkat rasa-rasanya jika berada di suatu suasana yang membuat nyaman sekujur badan. Menjulurkan tulang-tulang kelelahan di atas kasur lapuk bersama kekasihku lalu berpelukan. Merasakan hangat dan bau badannya yang membekas di saraf otak.Tatap matanya dari dekat ditengah remang-remang lampu templok yang mengisi cahaya malam di dalam kamar pengap. Semua itu nyatanya tidak buruk dan tidak menjadi persoalan. selagi selalu ditemani dan selalu merasa cukup dengan kebahagiaan kecil di dalam rumah gubuk pinggir sungai. Rasanya akan menjadi kisah yang mengasyikan. Orang bilang hidup tidak hanya persoalan cinta. Memang betul. Materi juga perlu diperhatikan bukan? Cinta itu u

Rumah Tanpa Atap

-Cukupkanlah dirinya untuk membuatku ikhlas dalam mencinta- Ketika indra tak dapat menipu perasaan. Matanya selalu mengatakan "tidak ada yang dapat ku lakukan selain untuk menyayangimu".   Merasakan betapa nikmat dan bersyukurnya diri ini untuk selalu memandangi wajahnya yang rupawan. Di dalam ceritaku, tidak ingin ada kata bosan untuknya. Hanya ingin bersyukur sebesar-besarnya. Memang benar, rindu yang hebat tidak dapat terbalaskan kecuali dengan menyentuhnya, memeluknya erat hingga tercium aroma khas tubuhnya.  Bagaikan hari esok, penuh penantian dengan harapan-harapan baik. Jiwanya telah terpaut dengan jiwaku sedemikian rupa eratnya. Mimpi dan cita-cita yang satu padu memenuhi imajinasi tak terhingga untuk menjadikannya nyata. Sungguh nikmatnya cinta itu. Nikmatnya mencintai setiap bagian terkecil dari dirinya.  Dalam sujud, doa tak henti-hentinya ku panjatnya untuk keselamatannya.  Karena Menunggunya pulang adalah harapan. Mendengarkan ceritanya adalah hal yang menyenangk