Setiap detik yang ku habiskan setelah melewatkan masa "kita", setiap pagi yang perlahan membentuk aku yang baru, dan setiap kebiasaan mu yang menjadi kebiasaan baruku. Terimakasih, untukmu yang tidak pernah menjadi stasiun terakhir pemberhentianku.
Sebuah dedikasi atas cerita yang tidak akan pernah dituliskan selain daripada pengalaman bersamamu.
Kau sungguh seperti harum kopi yang membuatku candu. Kau juga seperti sebuah cita-cita yang akan selalu menjadi kabar favoritku.
Sebuah perjalanan singkat yang mengasingkan kita...
Pada mulanya, aku, kamu dipisahkan oleh sebuah alasan klasik. Bukan, itu bukan hanya sebatas alasan klasik. Kita benar-benar mengharapkan kebaikan dari pada itu.
Memang menyakitkan, sesak dan sangat menyiksa. Tapi, kita sudah sama-sama berjanji satu sama lain. Ingat bukan? Ketika aku mengatakan 'sudah sampai sini' dan kau balas dengan 'kita akan bertemu di waktu sekian dengan keadaan demikian menurut takdir Tuhan dan dengan versi kita yang sebaik-baiknya'.
Dan akhirnya, aku me-iya-kan maksudmu, aku me-aamiinkan setiap bait akhir yang pernah kau katakan padaku.
Tapi, di satu masa, aku dihancurkan oleh sebuah realita yang dulu aku takutkan. Pada kenyataannya, justru kau sendiri yang malah ingkar terhadap kata-katamu. Kau tidak bersungguh-sungguh, kau hancur dalam kenikmatan baru, kau runtuhkan pertahananmu, sedangkan aku tidak. Aku tetap pada pendirianku, aku tetap pada doa-doa ku untukmu, dan aku tetap menunggumu, hingga Tuhan berkata 'ya'.
Kau tahu? Tuhan pun berkata 'tidak untukmu yang satu ini, biar ku gantikan dengan yang lebih baik jauh daripada yang kau sangka dan harapkan, dan teruskanlah perbaiki dirimu'.
Kau bahkan tidak merasa bersalah atas perbuatanmu itu, kau terlalu asyik dengan yang kau anggap cinta sejati mu itu, kau benar-benar gelap didalam kepalsuan.
Maaf, aku tidak berusaha menarikmu kembali, karena aku meyakini, kau akan tetap pada dirimu, kau akan tetap pada pendirianmu, dan kau akan tetap seperti itu.
Tetap saja, kau menganggap apa yang indah itu adalah benar-benar indah, padahal sesuatunya itu yang justu menyakitimu lagi. Yang akan terus menyakitimu tanpa pernah kau sadari bahwa dirimu sudah terluka banyak.
Aku berseru pada pikiranku sendiri. Semoga kau baik-baik saja dalam kepalsuan itu. Semoga ditambahkan rasa kuat atas hal buruk yang mungkin akan menimpamu suatu hari nanti.
Aku tidak ingin melihatmu gila. Aku cukupkan keburukan atas mu, dan aku ganti dengan sesuatu yang menenangkanmu. Kau tidak perlu tahu apa itu, jika kau bisa merasakannya. Itu sudah lebih dari cukup.
Hingga suatu ketika aku berkata; aku dapat menghangatkamu. Tapi sekarang, sudah tidak bisa lagi.
Aku mengadu pada-Nya, aku menangis sesonggokan, aku meronta dijalan buntu, aku berhikmat khusyu. Ya Tuhan perihnya berharap selain daripadamu.
___________________
.
.
.
Thankyou yang sudah mampir 🖤
Komentar
Posting Komentar