Kecelakaan besar untuk mu dan untuk ku. Sebuah dugaan yang melesat benar dan hampir saja membunuhku. Dugaan itu benar adanya, yang di perkuat oleh batin seorang wanita. Yang selalu mengandalkan apa yang hatinya ucapkan. Kemungkinannya adalah sebuah kebenaran.
Benar, ternyata aku salah memilih jalan. Membiarkan pertahanan ini runtuh seketika. Semula bongkahan bata yang keras dan batu-batu kali yang menjadi fondasi bangunan itu runtuh berkeping-keping.
Rasanya seperti sebuah hujan besar yang tiada henti. Membuat ku kedinginan, ketakutan, kekhawatiran, dan sesak karna tidak dapat berbuat apa-apa.
Tidak seharusnya apa yang sudah aku janjikan dengan Nya malah menjadi bumerang untuk diriku sendiri. Tidak seharusnya aku berani berbuat nekat hingga Dia marah dan kekecewaan-Nya jatuh kepadaku.
Sebuah harapan sebesar genggaman tangan menjadi awal permulaan yang fana. Yang disangka-sangka akan menjadi milikku rupanya tidak demikian adanya. Pertahan itu tidak ada lagi, yang ada hanya sisa sayatan-sayatan bercampur darah basi.
Ku kira kau adalah tempat persinggahan terakhir. Ku kira kau adalah selimut, ku kira kau adalah apa-apa yang menguatkan ku.
Tiada terkira, semua itu lenyap di telan bumi. Sisa-sisa hanyalah sebuah kenangan yang tak pantas di kenang. Yang tak pantas ada di kepala. Yang tidak seharusnya memenuhi ruang kosong.
Kemana perginya semua ini? Tidak tahu. Yang jelas apa yang dulu pernah ada dalam harapan, semua perlahan luntur hingga menguning.
Semua-semua yang di doakan tidak menembus langit ke tujuh.
Sampai akhirnya, dipasrahkan dan hanya sebatas pernah.
.
.
.
Thank you.
Komentar
Posting Komentar